Wednesday, February 26, 2014

Gunung Kelud mulai meletus dan mengeluarkan ratusan ribu kubik material vulkanis, Kamis (13/2/2014) sekitar pukul 23.00. Suara ledakannya sangat dahsyat, terdengar hingga di Kota Kediri yang berjarak 45 km dari kubah lava. 

"Gunung Kelud telah meletus pada pukul 22.50 WIB, suara letusan eksplosifnya sangat dahsyat," ujar Gede Suartika, Pejabat Pelaksana Bidang Pengamanan dan Penyelidikan Gunung Api, saat dikonfirmasi, Kamis (13/2/2014) malam.

Letusan Gunung Kelud yang baru saja terjadi sudah mulai berdampak terhadap warga Kediri. Beberapa daerah hingga di kawasan Kota Pare mulai dilanda hujan kerikil.

Salah satu warga Pare, Ajeng Pinto, mengatakan, hujan kerikil terus berlangsung sejak pukul 23.30 WIB. "Semula saya kira suara hujan besar saja, ternyata hujan kerikil. Kerikilnya besar-besar, ini warga kampung sudah mulai panik," ujar Ajeng saat dihubungi, Kamis (13/2/2014) malam.

Menurutnya, hujan kerikil terjadi sangat lebat sehingga warga mulai khawatir kekuatan atap tidak bisa menahan.

Sementara itu, ribuan warga di lereng Kelud memadati jalan menuju tempat evakuasi. Mereka dari beberapa desa di Kecamatan Ngancar. Untuk saat ini, warga Kecamatan Ngancar ditempatkan di Balai Desa Tawang di Kecamatan Wates.

Sebelumnya, aktivitas kegempaan Gunung Kelud di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, semakin kritis. Statusnya meningkat jadi Awas, dari sebelumnya Siaga (level III). Warga sudah mulai mengungsi. 

Status Awas adalah level IV, status peringatan tertinggi dari gunung api berdasarkan ancamannya.

Pantauan Kompas.com di wilayah paling dekat dengan kawah Kelud menunjukkan bahwa saat ini warga sudah bersiap mengungsi. Mereka terlihat berkumpul di depan rumah masing-masing, membawa barang berharganya. 

Beberapa kendaraan bak terbuka juga terlihat bersiaga di pinggir jalan. Kendaraan tersebut akan digunakan sebagai alat pengangkut. 

Suprapto, perangkat Desa Sugihwaras, mengatakan, saat ini status Gunung Kelud ditingkatkan menjadi Awas. Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG) merekomendasikan agar wilayah dalam radius 10 kilometer dari pusat kawah harus steril. 

"Prioritas utama ada di tiga desa yang paling dekat dulu. Makanya, saat ini diungsikan," kata Suprapto. 

Selain menggunakan kendaraan roda empat, pengguna kendaraan roda dua pun tampak penuh sesak di jalan raya. Mereka membawa serta anggota keluarga dan barang berharga untuk menjauh dari lokasi.

Dunia Farmasi

Dunia Farmasi
Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam sejarahnya, pendidikan tinggi farmasi di Indonesia dibentuk untuk menghasilkan apoteker sebagai penanggung jawab apotek, dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian maka apoteker atau dikenal pula dengan sebutan farmasis, telah dapat menempati bidang pekerjaan yang makin luas. Apotek, rumah sakit, lembaga pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga penelitian, laboratorium pengujian mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik, berbagai jenis industri meliputi industri obat, kosmetik-kosmeseutikal, jamu, obat herbal, fitofarmaka, nutraseutikal, health food, obat veteriner dan industri vaksin, lembaga informasi obat serta badan asuransi kesehatan adalah tempat-tempat untuk farmasis melaksanakan pengabdian profesi kefarmasian.

Buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa farmasi merupakan bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi : isolasi/sintesis, pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan.

Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, “Pills, Profits and Politics”, menyatakan bahwa :
  1. Pharmacist lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter menuliskan resep rasional. Membantu melihat bahwa obat yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu mengenai “bagaimana,kapan,mengapa” penggunaan obat baik dengan atau tanpa resep dokter.
  2. Pharmacist lah yang sangat handal dan terlatih serta pakart dalam hal produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani baik dokter maupun pasien, sebagai “penasehat” yang berpengalaman.
  3. Pharmacist lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan obat yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional.
 Sedangkan Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and Therapeutics” (1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan “Therapeutic Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.

Melihat hal-hal di atas, terlihat adanya suatu kesimpangsiuran tentang posisi farmasi. Dimana sebenarnya letak farmasi ? di jajaran teknologi, Ilmu murni, Ilmu kesehatan atau berdiri sendiri ? kebingungan dalam hal posisi farmasi dalam keilmuan akan membingungkan para penyelenggara pendidikan farmasi, kurikulum semacam apa yang harus disajikan, semua bidang farmasi atau dikelaskan agar lebih terfokus.lagi

Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru dalam pendidikan farmasi, karena pendidikan farmasi yang semula menjadi bagian dari MIPA, berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri secara utuh.rofesi farmasi berkembang ke arah “patient oriented”, memuculkan berkembangnya Ward Pharmacy (farmasi bangsal) atau Clinical Pharmacy (Farmasi klinik).

Di USA telah disadari sejak tahun 1963 bahwa masyarakat dan profesional lain memerlukan informasi obat tang seharusnya datang dari para apoteker. Temuan tahun 1975 mengungkapkan pernyataan para dokter bahwa apoteker merupakan informasi obat yang “parah”, tidak mampu memenuhi kebutuhan para dokter akan informasi obat bahkan paradigma tersebut masih melekat sampai saat ini dikarenakan kebingungan yang terjadi pada akar bidang keilmuan farmasi yang lebih luas daripada kedokteran yang berorientasi pada pasien, sedangkan farmasi pada masa pendidikan S1 tidak hanya dijejali dengan kuliah farmakologi, farmasetika, farmakokinetik, anatomi fisiologi manusia DLL (ilmu farmasi klinik), tetapi juga mempelajari teknologi farmasi, kimia farmasi, DLL sampai kepada manajemen farmasi. 

Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care” yang membawa para praktisi maupun para “profesor” ke arah “wilayah” pasien. Secara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah akarnya semula yaitu sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien. Apoteker diharapkan setidak-tidaknya mampu menjadi sumber informasi obat baik bagi masyarakat maupun profesi kesehatan lain baik di rumah sakit, di apotek atau dimanapun apoteker berada.

Pelayanan obat kepada pasien melalui berbagai tahapan pekerjaan meliputi diagnosis penyakit, pemilihan, penyiapan dan penyerahan obat kepada pasien yang menunjukkan suatu interaksi antara dokter, farmasis, pasien sendiri. Dalam pelayanan kesehatan yang baik, informasi obat menjadi sangat penting terutama informasi dari farmasis, baik untuk dokter, perawat dan pasien.


my cerpen

CINLOK bukan CILOK
Mobil BMW pink melaju pelan didepan mobil Jazz merah gue. Nina baru beli kemaren katanya, anehnya kok bau ikan asin. Jadi curiga gue, jangan-jangan dia beli di tukang loak pasar ikan. Apa mungkin tu mobildipake buat ngejemur ikan sama pembantunya. Mengenaskan. Cantik-cantik kok mobilnya bau ikan, mendingan bau jamban dah.
Acara jumpa fans pecinta Risky-Nina di Bali. Nggak bisa dibayangin kayak gimana nanti acaranya. Pasti gue bakalan disuruh bareng terus sama Nina. Tapi nggak apa-apa. Lumayan bisa liburan gratis.
Jam delapan malem akhirnya gue, Nina dan rombongan nyampe di hotel. Dari gue kecil sampe sekarang, masih bertanya-tanya. Kenapa dimana-mana ada kain yang coraknya hitam-putih kotak-kotak. Apa mungkin pada jaman dahulu Hanoman dan Ramayana suka main catur sambil BB-an di pantai, ngeliatin Shinta pake bikini dikejar-kejar sama Rahwana. Pikiran gue melayang kemana-mana.
Manager gue, mbak Indarto – naman sebenernya mbak Sri, tapi berhubung nikah sama mas Indarto namanya dipanggil gitu, mencegah supaya pembaca nggak ngira gue punya manager berjenis kelamin ganda – nyariin kamar di sebelah kamar Nina.
“Kok sebelahan mbak. Ntar jadi gosip di infotainment lho. Apalagi tu infotainment yang ‘tajam’ kayak kapak, paling suka bikin gosip yang anget-anget. Kemaren aja mereka bahas yang lagi pada cerai-cerai gitu. Emang anget sih, tapi kok mereka nggak pernah bahas tentang tahi sapi ya ? padahal itu lebih anget. Wkwkwk” ujar gue sambil terkekeh.
“Hush, kamu itu lho ris. Biar akrab sama Nina. Kalian kan besok ketemu fans yang suka sama hubungan kalian.” Tutur mbak Indarto sabar.
“Tapi kan itu Cuma di sinetron mbak. Itu juga udah tamat, masih aja dibahas sampe sekarang.”
“Udah deh. Kamu harus tetep menjaga profesionalitas.”
“Iya ya. Gue bakal jaga apa itu tadi. Oh ya KRIMINALITAS !!” ujar gue sambil ngacir masuk ke kamar.
Mbak Indarto Cuma geleng-geleng kepala. Persis kayak boneka anjing yang dipajang di depan mobil. Geleng-geleng tiap detik.
^^
“Yaaaaa kita panggilkan !!! Risky Alatas dan Nina Zatulini !!!” suara Host acara pagi itu disambut oleh teriakan-teriakan para fans. Menggema mengisi ruangan.
Nina maju duluan. Para cowok teriak histeris. Biasa aja.
Kalo gue yang maju, nggak cuma para cewek remaja, ibu-ibu sama anak-anak kecil juga, bahkan beberapa para suami juga teriak. Gara-gara para ibu nggak nggubris mereka, tersepona oleh wajah gue yang unyu-unyu kayak adiknya Shaun the Sheep. Bedanya gue nggak bawa kempongan.
^^
Acara jumpa fans tadi lumayan meriah juga. Para fans ngasih kado banyak banget. Tapi kebanyakan hadiahnya itu benda-benda yang ‘berpasangan’ kayak jam berpasangan, kalung berpasangan, gelas berpasangan ada foto gue dan foto Nina. Jadinya kita masing-masing dapet satu. Tapi gue lumayan bingung pas ada fans ngasih sandal jepit. Emang sih sepasang. Tapi kan dari berjuta-juta tahun yang lalu, yang namanya sandal ya berpasangan. Satunya ada tulisan ‘Risky’ yang satunya ada tulisan ‘Nina’. Ih ogah amat gue pake tu sandal, udah warnanya ijo campur ungu gak jelas gitu. Feminin banget. Juga gimana pakenya. Masak gue satu Nina satu.
Hari kedua sekaligus hari terakhir di Bali gue habisin di pantai. Pemandangannya masih sama kayak pas gue kesini tiga tahun yang  lalu. Penuh sama bule-bule yang telanjang pake daleman doang. Kalo di Jakarta yang kayak gitu di trotoar biasanya disebut ‘orang gila’ alias penduduk RSJ. Gimana ya kalo sekarang mereka semua di angkut ke Jakarta masih pake daleman kayak gitu. Pasti ntar Jakarta masuk Guinness World Records sebagai Kota dengan KEGILAAN TERBANYAK DI DUNIA. Gue nggak bisa ngebayangin. Pasti Indonesia bakalan terkenal di kancah Internasional. Terus turisnya bakal tambah banyak, trus ‘orang gila’nya juga bakalan tambah pemasukan dan hasilnya Indonesia jadi negara dengan Sumber Daya Manusia Gila terbanyak di dunia.
Gue keluar dari hotel jam lima pagi. Katanya mbak Indarto, sunrise disini bagus. Ternyata yang tahu kalo ‘sunset disini bagus’ nggak cuma mbak Indarto doang. Pantai udah rame banget. Bahkan tukang jagung bakar juga tahu soal ini. Nggak seru deh jadinya.Gue kira masih sepi.
Gue duduk mendekat ke gelombang air. Di kanan kiri banyak pasangan yang bermesra-mesraan membentuk siluet di depan semburat fajar.Gue sedang menikmati goresan jingga langit pagi saat tiba-tiba kegelapan menyelimuti. Sebuah awan besar di depanku. Eh, bukan awan. Tapi sapi jantan. Eh, tapi bukan juga. Gue lihat seksama. Tubuhnya besar berisi, lemak murni. Berlipat-lipat empuk. Gue periksa ke arah kepala. Dan telinganya tidak seperti sapi, juga tidak seperti kambing. Ternyata setelah sekian menit gue memandangnya, gue baru sadar kalau dia seorang manusia.
Dia seorang bule yang teramat gendut dan gue sangat yakin kalau dia bersedia membagi lemaknya kapada penduduk yang busung lapar di Afrika, akan banyak nyawa yang terselamatkan. Teori orang gila.
Gue beranjak pergi ke tempat lain yang tidak terhalang oleh manusia berlemak itu. Sampai ada yang memanggilku.
“Ris !” suara cewek mengagetkanku dari lamunan.
Nina berlari kearahku. Dia memakai kaos ketat merah jambu dan celana pendek senada. Ia pakai sandal ungu-hijau dari fans dan topi kuning matahari. Saat di sinetron adegan seperti ini pasti dibuat slow motion. Lalu gue juga berdiri dengan senyuman yang juga slow. Sehingga kejadian dua detik menjadi sepuluh menit. Jika itu di kehidupan nyata, pasti gue akan mati kehabisan nafas dengan pose tersenyum yang dipasakan.
“Ya. Ada apa ?” tanygue santai.
“Nggak papa, cuma pengin ngeliat sunrise. Bagus ya ?” ujarnya manja.
“Hem. Lumayan. Liat sunrise dari warteg deket apartemenku juga bagus. Bau makanan lagi.” Ujarku semakin santai.
“kenapa nggak sekalian liat sunrise dari ruang bawah tanah?. Nggak ada romantis-romantisnya sama sekali.” Sahut Nina kesal.
“itu kan acting. Bagian dari Kriminalitas.”
“Apa?”
“Eh maksudku profesionalitas.”
“Gue kira. Tapi pantes juga lo jadi tersangka tindakan kriminal. Ada bakat.” Ujar Nina sinis.
“Iya. Lo kok tau ? perhatian amat ama gue. Jadi tersanjung.” Tutur gue dengan ekspresi seperti Tuan Crab melihat uang.
“Biasa aja kali. Gue lebih milih merhatiin kucing tetangga. GR amat !” Nina semakin sinis. Mungkin sebentar lagi akan mencapai ke-sinis-an stadium lanjut.
“Gue yakin kucing tetangga lo bakalan lari. Ngeliat lo kayak ngeliat pembantai hewan peliharaan. Wajah lo sadis.” Gue mulai terserang virus sinis. Mungkin menyebar lewat udara.
“Daripada elo. Dikejar-kejar kucing. Dikiranya pepesan ikan kakap dijemur trus keujanan.”
“Terserah !” gue berlalu. Meninggalkan Nina yang terbengong. Mungkin jika ekspresinya saat itu diikut sertakan lomba ekspresi ikan lohan kelaparan, bakal menang juara favorit.
^^
Gue bersiap-siap mengemasi barang-barang kedalam koper, sampai Mbak Indarto berteriak-teriak memanggilku. Sepertinya ada kejadian yang cukup heboh. Mungkin ada orang tenggelam di tepi pantai.
“Ris !! Risky !!” panggilan Mbak In memekakkan telinga kanan dan kiri.
“Ada apa sih mbak? Lain kali kalo manggil pake microfon dong. Biar arwah nya Ramayana bangkit sekalian.” Ujarku sewot.
“Ris! Ini bukan waktunya becanda!”
“Emang. Ini kan waktunya makan malem.” Ujarku dengan ekspresi datar.
“Nina tenggelem !” ucapan Mbak In mencapai puncaknya.
“Trus ?”
“Lho? Kok terus sih ! dia sekarang lagi di rumah sakit beberapa kilometer dari sini. Ayo kita kesana. Ini salah kamu juga.”
“Lho? Kok gue sih yang disalahin?”
“Iya lah. Dia itu tadi nunggu kamu. Sampe ketiduran. Eh pas airnya pasang naik, di hanyut deh.”
“Salah dia sendiri. Siapa suruh tidur di sana !”
“Udah. Ayo cepet !”
Nina dirawat di ruang VIP. Padahal cuma tenggelam. Gue masuk ke ruangan. Rombongan lain sudah pulang. Gue yang terakhir kesini. Kelihatannya dia baik-baik saja. Tangannya diinfus. Itu doang.
Gue letakkan apel di meja sebelahnya. Dibeliin Mbak In. Gue cuma bawa bunga mawar. Setangkai. Buat apa juga gue nggak tahu. Dulu pas maen sinetron ada adegan gitu. So, niru aja.
“Sorry ya Nin. Gara-gara sikap gue tadi, lo sampe kayak gini. Gue cuma becanda. Lo bangun dong. Jangan bikin gue jadi cemas.”
Nina masih bergeming. Gue lemas. Ada rasa khawatir melihatnya seperti ini. Gue duduk di samping ranjangnya. Tangannya dingin. Wajahnya pucat.
“Bangun Nin.” Ujar gue lirih.
^^
Sebuah bisikan bangunkanku diringi berkas sinar mentari. Sebuah senyuman menyapaku sebagai keindahan pertama yang kulihat pagi itu. Wajah yang selalu cerah ceria itu tlah kembali. Dia terduduk tepat dihadapanku.
“Nina,”
“Makasih ya Ris. Udah nemenin gue.” Ujarnya lembut.

Sebuah pelukan dan tetes air mata bahagia menjadi jawaban dariku. Sebuah cinta telah bersemi disaksikan mentari pagi di Bali.